Minta Tanah Waqaf di Kembalikan ke Masjid Raya, Warga Demo di Depan Kantor Gubernur

Politik121 views

BANDAPOS | Ratusan warga yang tergabung dalam gerakan Rakyat Aceh Menggugat menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, pada Senin, (7/7/2025). Massa menyuarakan sejumlah tuntutan, mulai dari pengembalian tanah wakaf Blang Padang yang saat ini dikuasai oleh Kodam Iskandar Muda, hingga penolakan terhadap rencana pembangunan empat batalyon baru di Aceh.

Aksi ini berlangsung sejak pagi hari dan dipusatkan di gerbang utama Kantor Gubernur Aceh. Massa datang dengan membawa spanduk dan poster berisi berbagai tuntutan serta seruan politik. Sejumlah orator secara bergantian menyampaikan aspirasi mereka dari atas mobil komando yang dilengkapi pengeras suara.

Salah satu isu utama yang disorot oleh massa adalah status tanah wakaf Blang Padang. Mereka mendesak agar lahan yang berada di jantung ibu kota provinsi itu dikembalikan kepada pengelola Masjid Raya Baiturrahman, sesuai peruntukan awalnya sebagai tanah wakaf. Massa menilai keberadaan institusi militer di atas tanah tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah dan bertentangan dengan semangat keadilan bagi masyarakat Aceh.

“Secara sejarah, ini sudah sangat jelas. Blang Padang milik rakyat Aceh, milik Masjid Raya Baiturrahman. Tanah itu diwakafkan untuk kepentingan umat, bukan untuk militer,” ujar salah satu orator dengan suara lantang, disambut teriakan dukungan dari peserta aksi.

Selain itu, massa juga menyuarakan penolakan terhadap rencana pembangunan empat batalyon baru oleh TNI di sejumlah wilayah Aceh. Mereka menilai langkah tersebut melanggar Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki yang ditandatangani antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005 di Finlandia. Salah satu poin dalam perjanjian tersebut menyebutkan bahwa status keamanan di Aceh akan dikembalikan kepada kepolisian sipil, bukan militer.

“Pembangunan batalyon baru adalah bentuk pengkhianatan terhadap MoU Helsinki. Ini memperlihatkan bahwa Jakarta tidak serius menjaga perdamaian. Aceh bukan daerah konflik lagi, kenapa justru militerisasi diperkuat?” kata orator lainnya.

Dalam aksi tersebut, massa juga mengangkat isu lain seperti konflik agraria, izin perkebunan, dan aktivitas pertambangan di kawasan hutan lindung. Beberapa spanduk yang dibawa massa bertuliskan: “Hentikan Izin HGU PT Bumi Flora Aceh Timur”, “Kembalikan Tanah yang Dihibahkan untuk TNI”, dan “Copot Tito Karnavian”.

Tuntutan agar Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dicopot muncul sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah pusat yang dianggap abai terhadap suara rakyat Aceh. Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga diminta untuk bertanggung jawab atas penerbitan izin tambang di kawasan hutan lindung, yang dinilai merusak lingkungan dan menyengsarakan rakyat.

“Kita sudah lama merdeka, tapi penjajahan dalam bentuk baru masih kita rasakan. Lahan kita dikuasai, hutan kita dibabat, tambang terus berjalan, rakyat terus menderita,” teriak seorang aktivis lingkungan yang ikut berorasi.

Pantauan di lokasi, hingga pukul 12.05 WIB, massa masih tertahan di depan gerbang Kantor Gubernur Aceh. Mereka berusaha mendesak masuk untuk menyampaikan tuntutan langsung kepada pejabat pemerintah, namun dihalangi oleh barikade aparat keamanan. Puluhan polisi dan personel Satpol PP terlihat berjaga dengan pengamanan ketat.

“Percuma kami berkoar-koar di sini, pintu saja tidak dibuka. Buka pintu! Buka pintu!” teriak massa, sembari mendorong pagar besi yang tetap tertutup.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada perwakilan dari Pemerintah Aceh yang menemui massa. Aksi berlangsung dengan tertib, meskipun sempat terjadi ketegangan antara demonstran dan aparat keamanan.(**)

Komentar