Aktivis Hukum Aceh Ajak Masyarakat Jaga Perdamaian di Peringatan 20 Tahun MoU Helsinki

Politik43 views

BANDAPOS | Hari ini menandai peringatan 20 tahun penandatanganan Nota Kesepahaman Helsinki, sebuah kesepakatan bersejarah yang mengakhiri konflik bersenjata selama hampir tiga dekade di Aceh. MoU yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini menjadi tonggak penting dalam upaya mewujudkan perdamaian, persatuan, dan pembangunan berkelanjutan di Provinsi Aceh.

Konflik bersenjata yang berlangsung sejak akhir 1970-an hingga awal 2000-an menyebabkan penderitaan mendalam bagi masyarakat Aceh, dengan ribuan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang parah. Penandatanganan MoU Helsinki menjadi titik balik dalam sejarah Aceh, membuka jalan bagi proses rekonsiliasi, rehabilitasi, dan pembangunan yang lebih fokus pada kesejahteraan rakyat.

Aktivis Hukum Aceh Serukan Penguatan Perdamaian

Dalam momentum peringatan 20 tahun perdamaian Aceh ini, Ketua Aktivis Hukum Aceh, Boihaqqi Muchdijah, Kamis (14/8/2025) dalam rilisnya ke media ini, menegaskan pentingnya menjaga dan merawat perdamaian yang telah diperoleh dengan susah payah. Boihaqqi, yang juga berprofesi sebagai pengacara muda di Aceh, mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan generasi muda untuk bersinergi mempertahankan suasana damai dan harmonis.

“Aceh sudah cukup menderita akibat konflik yang panjang. Perdamaian yang telah terwujud saat ini harus menjadi warisan berharga yang kita jaga bersama. Mari kita rawat dan pelihara perdamaian ini agar tidak hilang, dan kita gunakan sebagai momentum untuk terus membangun Aceh yang lebih maju dan sejahtera di masa depan,” ujarnya.

Boihaqqi juga menekankan pentingnya pendidikan dan pemberdayaan masyarakat dalam memperkuat fondasi perdamaian, terutama bagi generasi muda yang tidak merasakan langsung dampak konflik masa lalu. “Generasi sekarang harus memahami arti penting perdamaian, agar tidak ada lagi konflik yang terjadi,” tambahnya.

Nota Kesepahaman Helsinki merupakan hasil dari proses negosiasi yang difasilitasi oleh Crisis Management Initiative (CMI), sebuah organisasi perdamaian internasional yang berbasis di Finlandia. Kesepakatan ini memuat sejumlah poin penting, antara lain penghentian kekerasan dan pengakuan hak-hak politik masyarakat Aceh, termasuk otonomi khusus.

MoU tersebut juga menjadi landasan hukum bagi penarikan pasukan militer dan GAM, serta pembentukan lembaga-lembaga yang mendukung rekonstruksi dan pembangunan pasca konflik dan bencana tsunami 2004 yang juga melanda Aceh.

Sejak ditandatangani, Aceh telah mengalami perubahan signifikan dalam berbagai aspek, mulai dari keamanan, pembangunan infrastruktur, hingga peningkatan kualitas hidup masyarakat. Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam menjaga stabilitas sosial dan mengembangkan potensi ekonomi daerah.

Peringatan dua dekade perdamaian ini dengan harapan agar semangat damai dan persatuan terus tumbuh. Pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas lokal bersinergi mengadakan seminar, diskusi, serta kegiatan sosial yang menekankan pentingnya nilai-nilai perdamaian dan kerja sama.

Peringatan ini juga menjadi momentum refleksi bagi seluruh lapisan masyarakat untuk mengingat sejarah panjang perjuangan Aceh, menghargai pengorbanan para pejuang perdamaian, dan memperkuat komitmen bersama demi masa depan Aceh yang lebih cerah dan damai.(*)

Komentar

News Feed