Tingkatkan Kesadaran Hukum, Kejati Aceh Beri Penyuluhan Kepada Kepala Madrasah

Hukum64 views

BANDAPOS | Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh memberikan penyuluhan hukum dalam kegiatan Penguatan Tugas dan Fungsi (Tusi) Kepala Madrasah Ibtidaiyah (MI) Angkatan I, yang diikuti oleh para kepala MI dari seluruh kabupaten/kota di Aceh. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh pada 17–19 Juni 2025 di Hotel Grand Permata Hati, Blang Oi, Meuraxa, Banda Aceh.

Hadir sebagai narasumber, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, S.H., serta Kepala Seksi II Bidang Intelijen Kejati Aceh, Firman Siregar, S.H., M.H.

Dalam pemaparannya, Ali Rasab menekankan pentingnya integritas dalam pengelolaan dana pendidikan. Ia menyebutkan sejumlah praktik penyimpangan yang masih ditemukan di lapangan, seperti penggelembungan data siswa, pungutan tanpa dasar hukum, serta keberadaan komite sekolah fiktif.

“Bahasa saya sederhana, tapi saya minta ini diingat. Jangan sampai saya panggil secara formal,” ujar Ali dalam suasana dialog yang santai namun tegas.

Ia juga mengingatkan peserta mengenai sanksi hukum berdasarkan Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa setiap perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara seumur hidup.

Ali Rasab menegaskan bahwa jaksa bukanlah sosok yang menakutkan, melainkan mitra yang siap memberikan konsultasi hukum dalam rangka menjaga tata kelola pendidikan yang bersih.

“Kita selalu terbuka bagi siapa pun yang ingin berkonsultasi mengenai masalah hukum. Kejati maupun Kejari di Aceh siap memberikan pendampingan hukum,” tegasnya.

Di hadapan ratusan kepala madrasah, Ali Rasab Lubis menekankan pentingnya pemahaman hukum agar terhindar dari perbuatan melawan hukum. “Ingat, kenali hukum, jauhi hukuman,” ujarnya.

Sementara itu, Firman Siregar menjelaskan wewenang kejaksaan dalam penegakan hukum, termasuk penanganan kasus korupsi.

Kejati Aceh terus berupaya mendekatkan hukum kepada masyarakat, khususnya di sektor pendidikan, dengan tujuan memberikan edukasi hukum, memperkuat pemahaman tentang aturan, serta menciptakan lingkungan sekolah yang bebas dari pelanggaran hukum.

Ia menjelaskan berbagai bentuk pelanggaran, seperti gratifikasi, suap, pemerasan, hingga pungutan liar (pungli). Salah satu contoh yang disorot adalah pungutan biaya wisuda yang memberatkan orang tua tanpa transparansi.

“Kalau tidak ada dasar hukum, tidak transparan, dan tidak disepakati bersama, itu bisa masuk kategori pungli,” tegas Firman.

Firman menambahkan bahwa pungutan yang sah harus memiliki dasar hukum, bersifat sukarela, transparan, dan tidak membebani.

Pungutan yang diwajibkan kepada semua siswa tanpa pengecualian, bersifat memaksa, atau harga seragam yang jauh lebih mahal dari harga pasar, dapat menjadi indikasi korupsi.

Selain itu Ia juga menyampaikan pentingnya penerapan mediasi hukum atau restorative justice dalam menyelesaikan konflik di lingkungan sekolah, selama terdapat kesepakatan damai antarpihak. Kata Firman Siregar.(**)

Komentar