Jumlah Korban Sangat Besar, Komisi VIII DPR-RI Desak Pemerintah Pusat Tetapkan Banjir Aceh sebagai Bencana Nasional

Nasional53 views

BANDAPOS | Pertemuan antara Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir, dengan Komisi VIII DPR RI serta perwakilan Kementerian Sosial, BNPB, dan Kepala BPJPH Haekal Hasan berlangsung di Ruang Potda Kantor Gubernur Aceh, Rabu (10/11/2025). Rapat tersebut diwarnai keprihatinan mendalam terkait dampak banjir besar yang melanda hampir seluruh wilayah Aceh.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ansory Siregar, menilai skala bencana yang terjadi telah melampaui batas normal sehingga perlu penetapan status bencana nasional. “Bencana ini harus menjadi bencana nasional,” tegas Ansory.

Ia menambahkan, pemerintah perlu mempercepat masa tanggap darurat agar Aceh segera memasuki proses rehabilitasi dan rekonstruksi. “Kita harus membangun hunian sementara agar warga tidak terlalu lama bertahan di pengungsian,” ujarnya.

Kritik terhadap Penanganan Darurat

Anggota DPR RI, Husni Thamrin, mengkritik penanganan bencana oleh Kementerian Sosial yang dinilai tidak sebanding dengan kebutuhan di lapangan. Menurutnya, Kemensos baru membangun 21 dapur umum yang hanya mampu melayani sekitar 100 ribu pengungsi. “Sementara pengungsinya di Aceh lebih dari 900 ribu orang. Ini sangat tidak sebanding,” kata Husni.

Ia juga meminta BNPB segera mengerahkan alat berat dan tambahan logistik dari provinsi lain yang tidak terdampak. “Apa yang kita punya di BNPB di daerah lain, tolong segera disalurkan ke Aceh,” tegasnya.

Sejumlah anggota Komisi VIII lainnya juga menyuarakan desakan serupa. Mereka menilai kerusakan yang masif dan jumlah korban yang besar sudah cukup untuk menetapkan status bencana nasional. Kritik juga diarahkan pada keterlambatan penyampaian data aktual kepada Presiden.

“Banyak data yang tidak akurat sehingga bencana di Aceh terlihat seolah biasa saja,” ujar salah satu anggota dewan.

Sekda Aceh, M. Nasir, melaporkan bahwa banjir dan longsor melanda 18 kabupaten/kota, dengan 15 daerah menetapkan status siaga darurat. Aceh Tamiang disebut sebagai wilayah terdampak paling parah, dengan permukiman warga terendam lumpur.

“Kondisinya sangat luas dan masif. Di wilayah tengah mayoritas longsor, akses darat banyak yang terputus. Stok Bulog di sana juga semakin menipis,” jelas Nasir.

Ia mengungkapkan, lebih dari 165 ribu rumah warga mengalami kerusakan dari kategori berat hingga ringan. Dengan kondisi tersebut, pemerintah Aceh disebut tidak mampu menangani dampak bencana tanpa dukungan penuh dari pemerintah pusat.

“Warga Aceh Tamiang kehilangan semua rumahnya. Mereka tidak akan mampu bangkit tanpa bantuan pusat. Kami mohon Komisi VIII mendorong perhatian serius pemerintah,” ujarnya.

Nasir juga menyinggung persoalan ketidaksesuaian data yang dilaporkan kepada Presiden. “Kami berharap Presiden mau mendengar langsung laporan dari bupati dan wali kota terdampak,” katanya.

Hingga menjelang hari ke-14 masa tanggap darurat, beberapa persoalan dasar masih belum tertangani. “Lampu saja belum selesai. Jembatan-jembatan putus juga belum diperbaiki. Ini sangat mempengaruhi evakuasi dan distribusi bantuan,” tegas Nasir.

Rapat ditutup dengan desakan keras anggota Komisi VIII DPR RI agar BNPB segera mengusulkan penetapan Bencana Nasional Sumatra, termasuk Aceh sebagai kawasan terdampak paling parah. Mereka menilai percepatan kebijakan diperlukan untuk mencegah krisis kemanusiaan yang lebih besar.(**)

Komentar